Sejarah Kerajaan Islam Mughal di India
1. Terbentuknya kerajaan Mughal
Kerajaan
Mughal adalah kerajaan Islam yang pernah berkuasa di India dari abad ke- 16
hingga abad ke- 19. Dinasti ini didirikan oleh Zaharuddin Babur yang merupakan
keturunan Timur Lenk, penguasa Islam asal Mongol.
Babur adalah
nama kecil dari Zaharuddin, yang artinya singa, ia lahir pada hari Jum’at 24
Februari 1483. Ayahnya bernama Umar Mirza menjadi amir di Fergana, turunan
lagsung dari Miransyah putra ketiga dari Timur Lenk. Sedangkan ibunya berasal
dari keturunan Jengkuai, anak kedua dari Jengis Khan. Pada usia 11 tahun, Babur kehilangan ayahnya dan sekaligus
menggantikan kepemimpinan ayahnya dalam usia yang masih sangat muda. namun
demikian ia sangat pemberani sehingga kelihatan lebih matang dari usianya. Dia
mendapat latihan sejak dini, sehingga memungkinkannya untuk menjadi seorang
pejuang dan penguasa besar.
Ia berusaha
menguasai Samarkand yang merupakan kota terpenting dia Asia Tengah pada saat
itu. Pertama kali ia mengalami kekalahan untuk mewujudkan cita-citanya.
Kemudian berkat bantuan Ismail I, Raja Safawi, sehingga pada tahun 1494, Babur berhasil
menaklukan kota Samarkand, dan pada dengan Tahun 1504 menaklukan Kabul, ibukota
Afganistan. Dari Kabul Babur melanjutkan ekspansi ke India yang pada saat itu
diperintah Ibrahim Lodi.
Ibrahim Lodi
(cucu sultan lodi), sultan Delhi terakhir, memenjarakan sejumlah bangsawan yang
menentangnya.
Ketika itu kewibawaan kesultanan sedang merosot, karena ketidak mampuannya
memimpin, atas dasar itulah Alam Khan keluarga Lodi yang lain mencoba
menggulingkannya dengan meminta bantuan
Zahiruddin Babur (1482-1530 M). Permintaan itu langsung diterima oleh Babur dan
bersama pasukannya menyerang Delhi. Pada tanggal 21 April
1526 M terjadilah pertempuran yang sangat dasyat di Panipat. Ibrahim Lodi
beserta ribuan pasukannya terbunuh, dan Babur langsung mengikrarkan
kemenangannya dan mendirikannya pemerintahannya.
Setelah mendirikan kerajaan Mughal,
Babur berusaha memperkuat kedudukannya. Di pihak lain raja-raja Hindu di
seluruh India menyusun angkatan perang yang besar untuk menyerang Babur dan di
Afganistan, golongan yang setia pada keluarga Ibrahim Lodi mengangkat saudara
kandung Ibrahim, Mahmud Lodi menjadi Sultan. Sultan Mahmud Lodi bergabung
dengan raja-raja Hindu tersebut. Kali ini berarti harus berhadapan dengan
pasukan koalisi, namun Babur tetap dapat mengalahkan pasukan koalisi itu dalam
pertempuran dekat Gogra tahun 1529 M. Akan tetapi ia tidak lama menikmati hasil
perjuangannya. Ia meninggal dunia pada tanggal 26 Desember 1530 M pada usia 48
tahun setelah memerintah selama 30 tahun.
Setelah Babur meninggal,
Zahirudin Babur digantikan oleh anaknya, Nashiruddin Humayun (1530-1539M).
Humayun dalam
menjalankan roda pemerintahanya banyak menghadapi tantangan. Sepanjang masa
pemerintahanya negara tidak pernah aman. Ia senantiasa berperang melawan musuh.
Diantara tantangan yang muncul adalah Bahadur Syah, penguasa Gujarat yang
memisahkan diri dari Delhi. Pemberontakan ini dapat dipadamkan, Bahadur Syah
melarikan diri dan Gujarat dapat dikuasai. Pada tahun 1540 M terjadi
pertempuran dengan Syer Khan di Kanauj, dalam peperangan ini Humayun mengalami
kekalahan. Ia terpaksa melarikan diri ke
Kandahar dan selanjutnya ke Persia ia mengenal tradisi Syi’ah, bahkan sering
dibujuk untuk memasukinya, begitu pula dengan anaknya Jalaluddin Muhammad
Akbar. Di sini pula ia membangun kekuatan militer yang telah hancur, dan berkat
bantuan Syah Tahmasph yang memberikan pasukan militer sebanyak 14.000 tentara,
maka pada tahun 1555, Humayun mencoba merebut kembali kekuasaannya dengan
menyerbu Delhi yang pada saat itu diperintah Sikandar Sur. Akhirnya, ia bisa
menaklukan kota ini dan ia memerintah kembali pada tahun 1556 M.
Kemudian Humayyun digantikan oleh
anaknya, Abu al-Fath Jalal al-Din Muhammad Akbar. Lebih dikenal dengan sebutan
Akbar, dilahirkan di Amarkot, 15 Oktober 1542 M. dan memerintah (1556-1605 M)
dari usia 14 tahun. Akbar sebagai wali
sultan yang masih muda maka diangkatlah Bairam Khan. Bairam seorang yang cakap,
namun bukan orang yang bijaksana.[14]
Akbar adalah seorang laki-laki yang memiliki naluri kerajaan yang kuat ”seorang
raja katanya, harus selalu sungguh-sunguh terhadap penaklukan; jika tidak, maka
negeri tetangganyalah yang akan mengangkat senjata terhadapnya. Prinsip tersebut membuat Akbar bertekad
menjadi penguasa tertinggi di India yang tak dapat digugat. Pada tahun 1605 M.
Akbar meninggal dunia. Masa kepemimpinan Akbar adalah puncak kejayaan kerajaan
Mughal, tidak hanya dalam bidang politik dan militer saja, tapi juga dibidang
ekonomi, pendidikan, seni dan budaya, administrasi, dan keagamaan. Kemajuan
yang telah dicapai Akbar masih dapat dipertahankan oleh tiga sultan berikutnya,
yaitu Jehangir (1605-1628M), Syah Jehan (1628-1658 M), dan Aurangzeb (1658-1707
M). tiga Sultan penerus Akbar ini memang terhitung raja-raja yang besar dan
kuat. Setelah itu, kemajuan kerajaan Mughal tidak dapat dipertahankan oleh
raja-raja berikutnya.[15]
Berikut ini akan dirinci fase-fase pemerintahan Mughal :
a.
1526-1530 M dipimpin oleh Zahiruddin Muhammad Babur
b.
1530-1556 M dipimpin oleh Humayun
c.
1556-1605 M dipimpin oleh Akbar Syah I
d.
1605-1627 M dipimpin oleh Jahangir
e.
1627-1658 M dipimpin oleh Syah Jehan
f.
1658-1707 M dipimpin oleh Aurangzeb (Alamgir I)
g.
1707-1712 M dipimpin oleh Bahadur Syah I
h.
1712-1713 M dipimpin oleh Jihandar Syah
i.
1713-1719 M dipimpin oleh Farrukh Siyar
j.
1719-1748 M dipimpin oleh Muhammad Syah
k.
1748-1754 M dipimpin oleh Ahmad
l.
1754-1759 M dipimpin oleh Alamgir II
m.
1759-1806 M dipimpin oleh Alam II
n.
1806-1837 M dipimpin oleh Akbar II
o.
1837-1858 M dipimpin oleh Bahadur Syah II2. Pemerintahan Sultan Akbar
Akbar atau Jalāl ud-Dīn Muhammad Akbar, juga dikenal sebagai Shahanshah Akbar-e-Azam atau Akbar yang Agung lahir pada 23 November 1542 dan meninggal 27 Oktober 1605 pada umur 62 tahun). Dia adalah Sultan Mogul ke-3 (kerajaan itu sering disebut sebagai Mugol atau Mughal.
Akbar yang Agung adalah keturunan Dinasti Timurid, putra dari Sultan Humayun dan cucu dari Sultan Mogul Zaheeruddin Muhammad Babur, penguasa yang mendirikan dinasti Mugol di India. (Baca juga: Kisah dan riwayat aseli 9 Permata Mughal di Jodha Akbar)
Pada akhir pemerintahannya pada tahun 1605, kesultanan Mugol mencakup sebagian besar bagian utara dan tengah India. Ia paling dihargai karena memiliki pandangan liberal untuk semua agama dan kepercayaan. Selama pemerintahannya, seni dan budaya mencapai puncak dibandingkan dengan pendahulunya.
Akbar berusia tiga belas tahun ketika ia naik tahta Mogul di Delhi (Februari 1556) setelah kematian ayahnya, Humayun. Selama masa pemerintahannya, ia menyingkirkan ancaman militer dari keturunan Pashtun yang paling berkuasa, Sher Shah Suri, dan di Pertempuran Panipat ia mengalahkan raja Hindu, Hemu.
Membutuhkan waktu hampir dua dekade lebih baginya untuk mengukuhkan kekuatannya dan membawa semua bagian utara dan tengah India menjadi wilayah kekuasaannya. Saat pemerintahannya, ia mempengaruhi seluruh subkontinen India. Sebagai seorang sultan, Akbar mengukuhkan kekuasaannya dengan mengejar diplomasi bersama kasta Hindu yang sangat kuat, Rajput, dengan menikahi putri Rajput.
Pemerintahan Akbar secara signifikan mempengaruhi seni dan budaya di negeri ini. Ia adalah seorang pendukung besar seni dan arsitektur. Ia memiliki minat besar dalam lukisan dan dinding istananya dihiasi dengan mural. Selain mendorong perkembangan lukisan Mogul, ia juga mendukung gaya lukisan Eropa.
Ia menyukai sastra dan memiliki beberapa karya Sanskerta yang diterjemahkan ke dalam bahasa Persia dan kitab suci Persia diterjemahkan dalam bahasa Sanskerta.
Selama tahun-tahun awal pemerintahannya, ia menunjukkan sikap tidak toleran terhadap Hindu dan agama lainnya, tetapi kemudian mengaplikasikan toleransi terhadap agama non-Islam dengan memutar kembali sebagian hukum syariah yang ketat.
Pemerintahannya meliputi sejumlah tuan tanah, courtier dan jenderal militer Hindu. Ia memulai serangkaian debat agama saat ulama Muslim akan memperdebatkan masalah agama dengan Hindu, Jainisme, Zoroastrianisme dan Katolik Roma Portugis, Yesuit.
Ia memperlakukan para pemimpin agama dengan perhatian besar, terlepas dari keyakinan yang dianut dan menghormatinya. Ia tidak hanya memberikan tanah dan uang untuk masjid tapi juga sejumlah candi Hindu di utara dan tengah India, gereja Kristen di Goa dan menghibahkan lahan untuk keyakinan Sikhisme yang baru saja lahir sebagai pembangunan tempat ibadah. Kuil Emas yang terkenal di Amritsar, Punjab dibangun di tempat yang sama.
Konflik kesultanan di Mogul atau Mughal
Seperti ditulis di atas, Akbar dilahirkan di Umarkot, Sind pada 15 Oktober 1542. Ayahandanya Humayun didepak dari tahta dalam beberapa pertempuran dengan Sher Shah Suri, pemerintah Afghan. Setelah 12 tahun di luar negeri, Humayun mendapatkan kembali kekuasaannya tetapi hanya untuk beberapa bulan sebelum meninggalnya.
Akbar pun menggantikan ayahandanya pada 1556 di bawah pengawasan Bairam Khan, bangsawan Turkoman, yang berusaha menghalangi pesaing kepada tahta, memperketat disiplin tentara, dan membantu memantapkan kesultanan yang baru dibangun kembali itu.
Bagaimanapun, Bairam adalah seorang yang mabuk kekuasaan dan kejam. Setelah ketenteraman kembali, Akbar mengambil alih tampuk pemerintahan dengan sebuah pengistiharan pada Maret 1560.
Pada 5 November 1556, di sekitar 80 km arah utara Delhi, angkatan Tentara Mogul mengalahkan tentara Hindu yang dipimpin Jeneral Hemu demi menyerahkan pada Akbar takhta India di Pertempuran Panipat Kedua.
Ketika Akbar naik tahta, hanya sebagian kecil bekas jajahan Kesultanan Mogul masih di bawah kekuasaannya. Okeh karenanya ia berupaya untuk mengembalikan kawasan-kawasan lama itu ke dalam kekuasaan Mogul.
Ia meluaskan Kerajaan Mogul dengan penaklukan Malwa (1562), Gujarat (1572), Benggala (1574), Kabul (1581), Kashmir (1586), dan Kandesh (1601), dan beberapa negeri yang lain. Untuk setiap negeri itu, Akbar meletakkan seorang wazir baru, dan mengawal administratif mereka.
Akbar tidak berniat membiarkan para menterinya terpusat di Delhi. Karenanya ia memindahkan kementeriannya ke Fatehpur Sikri, dekat dengan Agra. Namun karena langkah ini terbukti tidak mencapai tujuan, Akbar mendirikan “kerajaan bergerak” supaya dapat memperhatikan perkembangan di dalam negaranya.
Ia menggalakkan perdagangan dan membagikan tanah-tanah untuk memudahkan urusan bea cukai. Ia menitahkan agar para pemungut cukai tidak mengambil cukai lebih besar daripada yang sepatutnya.
Toleransi keagamaan
Terdapat masyarakat Hindu dan Islam di dalam kesultanan Akbar, dan perbedaan kepercayaan yang lebar memisahkan budaya kedua masyarakat ini. Muslim boleh memakan daging lembu, sedangkan agama Hindu tidak membenarkan memakan binatang; orang Hindu boleh meminum arak, tetapi hal ini diharamkan dalam kehidupan masyarakat Islam. Di dalam jurang perbedaan pendapat inilah Akbar berusaha supaya tidak terjadi huru-hara di dalam negaranya.
Walaupun terdapat pelbagai masalah keagamaan, Akbar tetap mengamalkan dasar ‘toleransi’ kepada semua agama. Dan ia turut mengambil langkah baru dengan mencoba untuk menghasilkan agama baru yang dipanggil Din-i-Ilahi, yang mengandungi unsur-unsur Islam dan Hindu. Akbar turut menghapus cukai yang pernah dikenakan terhadap rakyat bukan Islam di dalam kerajaannya.
Pelindung keilmuan
Walaupun buta huruf (atau mungkin menghidap disleksi), Sultan Akbar amat memuliakan ilmu pengetahuan. Dia pun mengundang pendeta-pendeta dan cendikiawan dari pelbagai agama untuk memperbincangkan mengenai pelbagai perkara dengannya.
Dia juga menjadi majikan banyak orang berbakat. Di antaranya dari keluarga Feizi dan Abul Fazl. Feizi dan saudara-saudaranya pernah diarahkan untuk menterjemahkan beberapa hasil kajian ilmiah dari bahasa Sanskerta ke bahasa Persia; dan menurut catatan di dalam Akbar-Nameh, Abul Fazl pula telah meninggalkan jasa yang amat berharga semasa pemerintahan Akbar. Disebutkan Akbar pernah memberi perintah supaya Jerome Xavier, seorang pastor Yesuit, untuk menterjemahkan 4 Injil ke dalam bahasa Persia.
Masa akhir pemerintahan
Tahun-tahun terakhir pemerintahan Akbar diwarnai dengan kesedihan karena kondisi putera-putera Sultan. Dua di antaranya meninggal dunia semasa masih kecil, dan seorang lagi, Salim, yang kemudian dikenali sebagai maharaja Jahangir, selalu cekcok dengan ayahandanya sehingga tercetus beberapa pemberontakan yang dipimpinnya.
Asirgarh, sebuah kubu pertahanan di pegunungan Deccan, menjadi tempat terakhir yang ditaklukkan sultan.
Pada tahun 1599, Sultan menuju ke utara untuk menghadapi pemberontakan anaknya. Akbar amat tidak tenteram dengan tantangan ini, sehingga mempercepat mangkatnya Sultan karena kejadian ini. Sultan Akbar meninggal di Agra pada 15 Oktober 1605, dan dimakamkan di Sikandra, sebuah tenpat yang berdekatan dengan Agra.
3. Masa Pemerintahan Shah Jahan
Shahab-ud-din Muhammad Shah Jahan I (lengkap: Al-Sultan al-'Azam wal Khaqan al-Mukarram, Abu'l-Muzaffar Shihab ud-din Muhammad, Sahib-i-Qiran-i-Sani, Shah Jahan I Padshah Ghazi Zillu'llah [Firdaus-Ashiyani]) (dilafalkan: Shah Jehan, Shahjehan. Urdu: شاه جہاں) (lahir 5 Januari 1592 – meninggal 2 Januari 1666 pada umur 73 tahun) adalah seorang raja ke-5 dari Dinasti Mogul di India. Syah Jehan memerintah antara tahun 1627-1658. Atas perintahnya dibangunlah mausoleoum Taj Mahal yang merupakan salah satu dari tujuh keajaiban dunia di Agra demi mengenang permaisurinya yang bernama Arjuman Banu Begum atau Mumtaz Mahal. Nama kecil Syah Jehan adalah Khurram. 2. Syah Jihan (1628¬-1658) tampil meggantikan Jihangir. Bibit-bibit disintegrasi mulai tumbuh pada pemerintahannya[16]. Hal ini sekaligus menjadi ujian terhadap politik toleransi Mughal. Dalam masa pemerintahannya terjadi dua kali pemberontakan. Tahun pertama masa pemerintahannya, Raja Jujhar Singh Bundela berupaya memberontak dan mengacau keamanan, namun berhasil dipadamkan. Raja Jujhar Singh Bundela kemudian diusir. Pemberontakan yang paling hebat datang dari Afghan Pir Lodi atau Khan Jahan, seorang gubernur dari provinsi bagian Selatan. Pemberontakan ini cukup menyulitkan. Namun pada tahun 1631 pemberontakan inipun dipatahkan dan Khan Jahan dihukum mati.
4. Berdirinya Taj Mahal
dimulai pada tahun 1630, dimana tempat ini dibangun atas perintah Munghal Shah Jahan yang pada saat itu adalah kaisar di India. Taj Mahal ia bangun sebagai sebuah musoleum untuk istrinya yang berasal dari Persia, yaitu Arjumand Banu Begum yang dikenal juga sebagai Mumtaz Mahal atau Mumtaz-ul-Zamani.
Sejarah Dibangunnya Taj Mahal
Pada 5 Januari 1592, Shahabuddin Muhammad Khurram dilahirkan dan menjadi anak ketiga dari kaisar Jahangir. Ibu yang melahirkannya adalah seorang putri Rajput dari Marwar yang bernama Putri Manmati atau Bilquis Makani. Sebelum Khurram lahir, seorang peramal telah menduga bahwa Khurram memang ditakdirkan untuk sesuatu yang megah. Karena ramalan itu, kakeknya, kaisar Mughal ke-3 memintanya untuk tinggal bersama Ruqiya, istrinya, agar ia bisa memenuhi permintaan istrinya tersebut untuk membesarkan kekaisaran Mughal, dan baru pada umur 13 tahun Khurram bisa kembali ke keluarga aslinya. Ia dipilih menjadi penerus tahta pada tahun 1627 saat ayahnya meninggal dunia. Masa pemerintahan Khurram perlahan menjadi masa keemasan peradaban India, dan membuatnya disebut sebagai putra terbaik Mughal.
Mumtaz Mahal wafat pada usia 40 tahun di Burhanpur saat melahirkan seorang anak perempuan yang bernama Gauhara Begum, dan ia dikuburkan sementara di sebuah taman bernama Zainabad yang terletak di Sungai Tapti, Burhanpur. Kematian Mumtaz Mahal ini membuat anaknya, Putri Jahanara yang saat itu berumur 17 tahun menjadi sangat sedih dan membagi-bagikan permata kepada orang-orang yang kurang mampu, berharap adanya bantuan dari Tuhan. Bukan hanya Jahanara, hal yang sama juga menimpa Khurram yang saat itu sudah mengganti namanya menjadi Shah Jahan. Berita melaporkan bahwa Shah Jahan sama sekali tidak bisa ditenangkan dan tidak muncul selama satu minggu.
Sejarawan istana, Muhammad Amin Qazwini menyebutkan bahwa sebelum Mumtaz meninggal, tak ada lebih dari 12 uban pada jenggot sang Kaisar dan kini jenggotnya sudah berubah putih. Qazwini juga menuliskan bahwa sebentar lagi sang Kaisar akan membutuhkan kacamata karena penglihatannya yang mulai berkurang diakibatkan oleh tangisan tanpa henti selama berhari-hari. Karena hal ini juga, seorang anggota keluarga kerajaan menulis: “Jika ia terus mengabaikan dirinya karena kesedihan ini, Mumtaz mungkin akan berpikir untuk meninggalkan indahnya Surga dan kembali ke Bumi. Jahan juga harus memikirkan anak-anak yang ditinggalkan padanya oleh Mumtaz.” Meninggalnya Mumtaz mengubah perilaku Shah Jahan, dan membuka babak kedua sejarah Taj Mahal di India saat Jahan memutuskan untuk membuat Taj Mahal sebagai makam bagi Mumtaz.
Struktur Taj Mahal
Taj Mahal memiliki desain tradisional arsitektur Persia dan Mughal. Meski begitu, yang menjadi inspirasi utama adalah bangunan-bangunan terkenal dari Timurid dan Mughal seperti Gur-e Amir yang menjadi makam Timur, salah satu keturunan dinasit Mughal di Samarkand, kemudian makam Humayun, serta makam Itmad-ud-Daulah yang terkadang disebut Baby Taj, dan Jama Masjid milik Shah Jahan di Delhi. Shah Jahan memperkenalkan penggunaan marmer putih dan batu berharga, tidak seperti bangunan-bangunan Mughal terdahulu yang menggunakan bata merah.
Yang menjadi fokus utama dari keseluruhan komplek Taj Mahal adalah makam yang menjadi tempat peristirahatan terakhir bagi Mumtaz Mahal. Layaknya makam-makam Mughal yang lainnya, struktur ini tetap menjaga elemen-elemen bangunan Persia. Struktur awalnya adalah sebuah kubus yang memiliki beberapa lorong besar yang membentuk oktagonal asimetris dengan panjang sekitar 55 meter pada 4 sisinya. Di setiap sisi tadi ada sebuah pishtaq yang adalah sebuah vaulted archway, membungkis iwan (pintu yang melengkung) dengan dua buah balkon bengkok di kedua sisinya. Motif pishtaq bertumpuk ini direplikasi pada sisi lainnya, membuat bangunan ini terlihat simetris dari semua sisi.
Ancaman Pada Taj Mahal
Pada tahun 1942, karena takut Jepang akan menyerang dan mengakhiri sejarah Taj Mahal di India, pemerintahan pada masa itu membangun scaffolding untuk melindungi Taj Mahal. Scaffolding yang sama kembali didirikan untuk mengelabui pilot musuh pada tahun 1965 dan 1971 saat terjadi perang antara Pakistan dan India. Bahaya terberat muncul dari polusi lingkungan di sungai Yamuna, yang termasik di dalamnya adalah hujan asam. Polusi ini mengubah Taj Mahal menjadi berwarna kuning. Untuk mengontrol polusi ini, pemerintah India membuat Zona Trapesium Taj (TTZ), yaitu area dengan luas 10.400 kilometer kubik di area sekitar monumen. Zona tersebut memberlakukan sebuah standar emisi yang ketat.
Ada lagi kekhawatiran akan integritas struktur dari area makam yang dikarenakan berkurangnya level tanah di sungai Yamuna yang terus terkikis sekitar 5 kaki setiap tahunnya. Pada tahun 2010, retakan mulai muncul di beberapa bagian makam, dan minaret yang mengitari monumen mulai terlihat miring. Miringnya monumen-monumen diperkirakan karena membusuknya pondasi kayu dari makam yang disebabkan oleh kurangnya air. Menurut perkiraan, jika kondisi makam tetap seperti ini maka dalam 5 tahun makam ini bisa runtuh dan benar-benar mengakhiri sejarah Taj Mahal di India
5. KEMUNDURAN DAN RUNTUHNYA KERAJAAN MUGHAL
Setelah satu setengah abad dinasti Mughal berada di puncak kejayaannya, para pelanjut aurangzeb tidak sanggup mempertahankan kebesaran yang sudah dibina oleh sultan-sultan sebelumnya. Pada abad ke-18 M Kerajaan ini memasuki masa-masa kemunduran. Kekuasaan politiknya mulai merosot, suksesi kepemimpinan di tingkat pusat menjadi ajang perebutan, gerakan separatis hindu di India tengah, sikh di belahan utara dan Islam di bagian timur semakin lama semakin mengancam. Sementara itu, para pedagang Inggris yang pertam kali diizinkan oleh jehangir menanamkan modal di India, dengan di dukung oleh kekuatan bersenjata semakin kuat menduduki wilayah pantai.
Pada masa aurangzeb, pemberontakan terhadap pemerintah pusat memang sudah muncul, tetapi dapat diatasi. Pemberontakan itu bermula dari tindakan-tindakan aurangzeb yang dengan keras menerapkan pemikiran puritanismenya. Setelah ia wafat, penerusnya rata-rata lemahdan tidak mampu menghadapi problema yang ditinggalkannya.
Sepeninggal Aurangzeb (1707 M), tahta kerajaan dipegang oleh Muazzam, putra tertua Aurangzeb yang sebelumnya menjadi penguasa di Kabul.? putera Aurangzeb ini kemudian bergelar Bahadur syah (1707-1712 M). Ia menganut aliran Syi’ah. Pada masa pemerintahannya yang berjalan selama lima tahun, ia dihadapkan pada perlawanan Sikh sebagai akibat dari tindakan ayahnya. Ia juga dihadapkan pada perlawanan penduduk Lahore karena sikapnya yang terlampau memaksakan ajaran Syi’ah kepada mereka.
Setelah Bahadur Syah menin
ggal, dalam jangka waktu yang cukup lama, terjadi perebutan kekuasaan di kalangan keluarga istana. Bahadur Syah diganti oleh anaknya, Azimus Syah. Akan tetapi, pemeritahannya ditentang oleh Zulfikar Khan, putera Azad Khan, wazir Aurangzeb. Azimus Syah meninggal tahun 1712 M, dan diganti oleh puteranya, Jihandar Syah, yang mendapat tantangan dari Farukh Siyar, adiknya sendiri. Jihandar Syah dapat disingkirkan oleh Farukh Siyar tahun 1713 M.
Farukh Siyar berkuasa sampai tahun 1719 M dengan dukungan kelompok sayyid, tapi tewas di tangan para pendukungnya sendiri (1719 M). sebagai gantinya, diangkat
Pada abad ke-18 M kerajaan ini memasuki masa-masa kemunduran.Ada beberapa faktor yang menyebabkan kekuasaan dinasti Mughal mundur pada satu setengah abad terakhir, dan membawa kepada kehancuran pada tahun 1858 M; yaitu:
1. Kekuasaan politiknya mulai merosot.
2. Suksesi kepemimpinan di tingkat pusat menjadi ajang perebutan.
3. Gerakan separatis Hindu di India Tengah.
4. Sikh di belahan utara dan Islam di bagian timur semakin lama semakin mengancam.
5. Terjadi stagnasi dalam pembinaan kekuatan militer sehingga operasi militer Inggris di wilayah-wilayah pantai tidak dapat segera dipantau oleh kekuatan maritim Mughal. Begitu juga kekuatan pasukan darat. Bahkan mereka kurang terampil dalam mengoperasikan persenjataan buatan Mughal sendiri.
6. Kemerosotan moral dan hidup mewah di kalangan elite politik, yang mengakibatkan pemborosan dalam penggunaan uang Negara.
7. Pendekatan Aurangzep yang terlampau “kasar” dalam melaksanakan ide-ide puritan dan kecenderungan asketisnya, sehingga konflik antar agama sangat suka diatasi oleh sultan-sultan sesudahnya.
8. semua pewaris tahta kerajaan pada paro terakhir adalah orang-orang lemah dalam bidang kepemimpinan yang menyebabkan banyak pemberontakan yang bermula dari tindakan-tindakan Aurangzep yang dengan keras menerapkan pemikiran puritanisme.
9. Konflik-konflik yang berkepanjangan mengakibatkan pengawasan terhadap daerah lemah.Pemerintah daerah satu persatu melepaskan loyalitasnya dari pemerintah pusat, bahkan cenderung memperkuat posisi pemerintahan masing-masing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar